

Kelompok kami melakukan wawancara terhadap bapak Sapardiyono yang menduduki jabatan sebagai Komisioner KPID divisi Pengawasan Isi Siaran. Beliau sudah bekerja selama 4 tahun di KPID. Pengalaman bekerja bapak Sapardiyono yaitu pada 2000-2003 aktif di LSN yayasan Damar sebagai direktur, beliau yang pertama kali memperkenalkan kali biru serta mendampingi masyarakat disana. Tahun 2003-2008 menjadi komisioner di KPUD Kulon Progo. 2008-2013 komisioner di KPU Provinsi DIY, jadi 10 tahun bekerja di komisioner pemilu. Terdapat banyak tugas di KPID, dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yang pertama terkait dengan proses pengurusan ijin lembaga penyiaran. Lembaga penyiaran meliputi radio, TV, terbagi lagi menjadi lembaga penyiaran komunitas, lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran berlangganan, dan lembaga penyiaran swasta. Proses pengurusan pengijinannya itu dimulai dari sini atau untuk memperpanjang ijin, normalnya radio 5 tahun dan televisi 10 tahun. yang pertama proses pengurusan perijinan, yang kedua proses isi siaran (konten radio dan televisi) akan diamati dan diawasi, lalu dilakukan evaluasi jika ada pelanggaran maka diberikan teguran.
KPID memiliki peralatan yang digunakan untuk merekam radio dan televisi selama 24 jam lalu dilakukan analisis. Terdapat dua proses pengamatan yaitu regular atau tematik. Proses pengamatan reguler yaitu sekedar melakukan pengawasan saja, jika ada pelanggaran akan dicatat pada jam berapa menit keberapa dan detik keberapa pelanggaran tersebut terjadi. Kalau yang tematik akan mengawasi konten lokal yang minimal 10 persen lalu direkam 24 jam nanti dikelompokkan konten lokal nya berapa jam. Terdapat Pedoman penyelenggaraan penyiaran (P3) itu peraturan KPI, standar program penyiaran. Itu yang menjadi patokan.
Terdapat sanksi jika melakukan pelanggaran yaitu pertama diberi teguran satu dan teguran dua, itu merupakan sanksi. Teguran satu dijatuhkan, kalau masih bandel maka diberi teguran kedua. Kalau masih bandel lagi, bisa jadi durasi penyiarannya akan dikurangi misalnya pada awalnya tiga jam atau satu jam lalu dikurangi menjadi setengah jam. Jika tetap seperti itu program siaran akan diberhentikan. Pemberhentian siaran suatu program bersifat sementara yang berarti harus memperbaiki kesalahan yang berada di suatu program. Apabila sudah diperbaiki, diijinkan untuk ditayangkan kembali seperti contohnya iklan pengobatan tradisional , biasanya tidak ada ijin atau ijinnya tidak dicantumkan, lalu ada adegan yang melanggar misalnya memasukkan benda-benda tajam sepertinakupuntur yang ditusuk menggunakan jarum padahal belum terbukti kebenarannya dengan medis. Tayangan yang seperti itu akan diberikan teguran, jika memang sudah diperbaiki dan sudah ada ijin seperti ijinnya sudah dicantumkan, sudah boleh untuk ditayangkan. Tetapi, selama itu belum diperbaiki maka tidak boleh tayang.
KPID tidak hanya melakukan pengawasan terhadap stasiun tv lokal, tetapi juga televisi nasional terutama terkait dengan kontel lokal. Sebenernya kata nasional itu tidak ada lagi, adanya tuh SSJ (sistem stasiun jaringan) kalau dulu ada siaran nasional seperti rcti dan tvri jadi dia punya stasiun di pusat lalu dipancarkan dengan mendirikan transmitter-transmitter di Indonesia. Kalau sekarang harus menggunakan sistem stasiun jaringan, jadi setiap jaringan-jaringan itu harus berdiri sendiri menjadi televisi sendiri yang berjaringan. KPID juga mengawasi televisi yang berjaringan terutama tentang konten lokal, mereka wajib menyiarkan konten lokal sebesar 10% misalnya RCTI, jika dia mau siaran di Jogja, diharuskan menyiarkan konten Jogja selama 10% dari durasi siaran perhari, misalnya dia perhari tayang 20 jam, ya 10% dari 20jam itu, 2 jam harus bersiaran konten lokal, semua televisi termasuk metro tv dll. Hal ini akan diawasi apakah sudah terpenuhi atau belum dua jam perhari itu, itu kalau yang tv nasional. Hal ini banyak pelanggarannya, banyak yang tidak memenuhi sebesar 10%, kita banyak melakukan teguran-teguran terhadap televisi berjaringan seperti itu. Kemudian kalau tv lokal seperti adi tv, jogja tv, banyak pelanggaran terkait dengan pengobatan tradisional, adegan-adegan atau konten yang memperlihatkan rokok, banyak kita berikan surat teguran. Jadi, memperlihatkan rokok itu tidak boleh apalagi menghirup, itu masih banyak kita jumpai.
Untuk permasalahan sensor, KPI tidak melakukan sensor, yang melakukan sensor adalah lembaga sensor film, jadi tugasnya KPI itu ketika disiarkan, tetapi tidak melakukan sensor. KPI hanya membuat aturan seperti P3 yang saya sebutkan sebagai pedoman lembaga penyiaran terkait dengan konten. Jadi misalnya tidak boleh ada makian, bagaimana berdasarkan jam tayangnya, tayangan untuk anak-anak sebaiknya disiarkan jam berapa, iklan dewasa jam berapa, jadi kita tidak melakukan sensor. Jika ada meme-meme menyalahkan KPI kaitannya dengan sensor, itu orang renang kok disensor, itu yang nyemsor bukan kpi, tapi lembaga yang bersangkutan. Undnag-undang tersebut harus di blur. Yang melakukan itu lembaga sensor film.
Kendala pengelolaan di KPID Yogyakarta yang pertama keterbatasan peralatan. Semakin lama televisi berkembang tidak hanya 12 bahkan sekarang sudah 18, sementara alat kita yang KPID punya tidak mampu merekam 24 jam seluruh televisi. Disini hanya mempunyai 9, separuhnya yang bisa kita analisis. Karena alatnya sudah tua, jadi tidak bisa optimal, dan yang kedua itu banyak stasiun televisi jaringan tidak mempunyai kantor cabang di Jogja sehingga proses komunikasi seperti teguran jadi sulit sehingga mereka masih berperilakunya sebagai tv nasional padahal semestinya sudah berubah. Hal ini menyebabkan tidak adanya kantor-kantor cabang yang mestinya ada di setiap daerah karena SDM nya hanya sedikit.
Sebenarnya KPI mempunyai kewenangan mengawasi tayangan luar negeri seperti tv parabola. Terdapat 4 Lembaga Penyiaran yaitu LPP, LPK, LPS, LPB, kalau tv parabola ini termasuk ke yang lembaga penyiaran berlangganan, sebenrnya masih ranah KPI untuk melakukan pengamatan tapi alat dan sdm kurang memadahi untuk melakukan pengawasan setiap hari. Yang direkan ada 9, sedangkan yang mengawasi hanya ada 3 orang, padahal tidak hanya 9 yang dilihat, mestinya 18. Jadi sebenernya masih ranah kita untuk mengawasi siaran luar negeri untuk Lembaga Penyiaran Berlangganan. KPID lebih konsentrasi seperti lembaga penyiaran swasta yang free to air karena yang free to air lebih banyak dikonsumsi masyarakat sehingga yang banyak mempengaruhi perilaku masyarakat adalah yang free to air jadi kita lebih fokus kesitu.
Terkait dengan KPI diserang seperti meme-meme seperti adanya sinetron yang menayangkan hubungan rumah tangga, lalu ada film kartun yang tidak boleh tayang seperti spongebob itu tergantung kasusnya, bukan film kartun tidak boleh tayang tetapi tergantung konten yang dibawakan. Jadi, yang tidak doperbolehkan itu kontennya misalnya kartun tom n jerry, yang tidak diperbolehkan adalah adegan kekerasannya, bukan kartun tom n jerry nya dikarenakan adegan tersebut diulang-ulang terus. Hal ini akan membuat anak-anak berpikir bahwa adegan kekersasan itu boleh. Jangan dikira semua jenis kartun itu baik ditonton oleh anak-anak karena konten kartun itu dibuat oleh orang dewasa. Jadi, bukan perspektifnya anak-anak, tetapi perspektif orang dewasa yang membikin konten tersebut. Larangan yang diberikan bukan untuk kartunnya, tetapi isi dari konten kartun tersebut.
Harapan bapak Sapardiyono tentang konten tv di Indonesia tentunya harus diperbaiki, kita perihatin terutama tiga hal yang pertama, tentang infotainment yang banyak mengumbar info pribadi terutama buat anak-anak seperti anak umur 12 tahun bertanya kepada ibunya selingkuh itu apa? Gimana caranya kita menjalaskan anak umur segitu, ini kan gabisa. Kedua, sinetron harus diperbaiki karena mempengaruhi perilaku. Kalau dua hal ini bisa diperbaiki, kualitas konten televisi bisa lebih baik. Konten yang buruk lebih tinggi ratingnya daripada yang baik ini kaitannya dengan tingkat pendidikan. Jadi memang tv kita lebih banyak di tonton oleh masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah. Kalau kita berbicara indeks pendidikan di Indonesia dibandingkan diluar, kalau Singapur itu sudah S1 kalau dirata-rata, kalau Malaysia sudah SMA jika dirata-rata, kalau Indonesia itu masih SMP. Jadi kita bisa memahami seperti itu. Teruntuk stasiun yang terus melanggar akan mendapatkan pendekatan khusus dari KPI. Jadi, KPI tidak hanya melakukan teguran, tetapi juga melakukan pembinaan, misalnya kita punya riset indeks kualitas penyiaran yang baik. Yang paling rendah infotainment, lalu talkshow dll.
